UPBU Kalimarau Soroti Minimnya Frekuensi Penerbangan ke Maratua, Cari Solusi Bersama Maskapai

img

Kepala BLU Kantor UPBU   Kelas I Kalimarau, Patah Atabri.

 

POSKOTAKALTIMNEWS, BRAU : Kepala BLU Kantor UPBU   Kelas I Kalimarau, Patah Atabri, menyoroti terbatasnya konektivitas udara menuju Maratua yang hingga kini masih menjadi kendala utama geliat pariwisata di kawasan Maratua–Derawan. Hal tersebut ia sampaikan saat menjelaskan perkembangan rute penerbangan dan upaya peningkatan akses transportasi bagi wisatawan.

 

Menurut Patah, permintaan wisatawan menuju Maratua terus meningkat, namun layanan penerbangan reguler belum mampu mengimbangi kebutuhan tersebut. 

 

“Saat ini, rute Berau–Maratua masih dilayani pesawat perintis dengan frekuensi sekali seminggu, sehingga banyak wisatawan yang gagal berkunjung karena keterbatasan jadwal,” ungkapnya.

 

Dalam kesempatan itu Patah juga menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pendekatan dengan Lion Group untuk menambah penerbangan. Namun usulan rute Berau–Maratua tidak dapat dipenuhi karena pertimbangan teknis cycle mesin pesawat.

 

“Dari Berau ke Maratua itu terlalu dekat. Pesawat baru naik sudah harus turun lagi. Siklusnya tidak memenuhi standar teknis,” ujarnya.

 

Lion Group akhirnya menyetujui rute Samarinda–Maratua karena jaraknya lebih ideal untuk siklus operasional pesawat. Slot penerbangan sudah diajukan sejak 1 November, namun hingga kini izin terbang belum terbit sepenuhnya.

 

Selain persoalan penerbangan, Patah menilai bahwa interkoneksi antar moda transportasi udara, darat, dan laut masih belum tersusun dengan baik. Ia mencontohkan kondisi dermaga di Berau yang belum memiliki jadwal speedboat reguler seperti di Tarakan, sehingga wisatawan harus bergantung pada ketersediaan motoris.

 

“Dari bandara ke pelabuhan sudah lancar. Tapi dari pelabuhan ke pulau, jadwal speed masih masing-masing. Tidak ada sistem yang tertata,” jelasnya.

 

Bahkan, ia menyoroti persoalan perizinan kapal dan operasional speedboat yang belum seluruhnya tertata oleh pihak pengelola pelabuhan maupun unit terkait. Hal ini dianggap menghambat perkembangan pariwisata yang menjadi andalan Kabupaten Berau.

 

Patah juga mengungkapkan bahwa promosi pariwisata Maratua–Derawan lebih banyak dilakukan dari daerah lain seperti Tarakan dan Balikpapan, padahal secara geografis destinasi tersebut berada dalam wilayah Kabupaten Berau.

 

 “Promosi paling gencar justru dari Tarakan. Padahal Maratua–Derawan berada di bawah Kabupaten Berau. Ini menjadi tantangan bersama untuk memperkuat branding pariwisata kita sendiri,” tegasnya.

 

Di tengah persoalan penerbangan menuju Maratua, ada kabar positif mengenai penguatan rute utama. Citilink dikabarkan telah mengajukan izin terbang untuk rute Surabaya–Berau–Surabaya menggunakan pesawat Airbus, dengan target mulai beroperasi pada 12 Januari mendatang.

 

Jika terealisasi, rute ini berpotensi meningkatkan arus wisatawan serta memperbesar peluang konektivitas lanjutan menuju destinasi di Kepulauan Derawan. Patah menegaskan, peningkatan konektivitas udara, darat, dan laut harus dilakukan melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, pengelola pelabuhan, maskapai, hingga pelaku pariwisata.

“Tantangan kita adalah menata interkoneksi antar moda. Kalau itu beres, wisata Berau akan melesat.” tukasnya. (sep/FN)